Kamis, 21 April 2011

“Sregepo Sinau………”

Assalamualikum rasanya ucap syukur tak ayal akan selalu terucap dari bibir ini sekalian ikhlas puji doaku akan senantiasa terpanjat dari hati ini. Itu semua karena sebegitu besar nikmat yang tak ternilai harganya tercurahkan kepada kita sebagaimana takaran yang masing masing manusia telah ada secara kodatrinya. Perjalanan panjang hidup ini telah hampir sampai ke titik aman pertama yaitu seperempat abad lebih sedikit dengan segala rejeki yang menyertainya. Dimana seseorang sudah mulai menggapai cita cita yang di inginkan serta kejelasan akan kenikmatan duniawi mulai bisa terprediksi dan menghilangkan bayang bayang samar ketakutan.
Apabila melangkas napak tilas ke belakang tak sedikit pengorbanan yang bisa di sepelekan. Namun semua aral rintangan dan kerja keras adalah bumbu menuju kesuksesan. Seorang jenderal berpengaruh di Amerika Serikat Collin powell pernah berkata :
“Tiada rahasia untuk sukses. Kesuksesan adalah hasil dari persiapan, kerja keras dan belajar dari kegagalan.
Sebuah kegagalan adalah referensi yang sangat berharga bagi munculnya sebuah gold moment yang bernama keberhasilan. Terkadang yang kita butuhkan adalah sebuah energy positif akan keberhasilan, itu saja. Aura positif akan mendorong kita berbuat dan berhasil dengan nilai pencapaian yang positif juga.
Norman Vincent Peale
“People become really quite remarkable when they start thinking that they can do things. When they believe in themselves they have the first secret of success.”
Secara harfiah dapat diartikan sebagi berikut bahwa “Manusia menjadi sangat luar biasa saat mereka mulai berpikir bahwa mereka dapat melakukan banyak hal. Tatkala mereka percaya akan kemampuannya, mereka memiliki rahasia utama sebuah keberhasilan”.
Jika kita mau menyelami kehidupan apa kunci sukses dari sekian banyak orang yang kita anggap sukses di lingkungan sekitar kita, maka akan sangat sulit menentukan beberapa factor yang kemungkinan ada. Dari sebegitu banyak factor memiliki prosentase tersendiri dalam memberikan sumbangsih yang berbeda pula. Pendidikan mungkin menjadi alasan yang terlogis mengingat peran sertanya terutama dalam membentuk karakter dan kepribadian seseorang “character building”. Di Negara berkembang semacam Indonesia pendidikan adalah kunci sukses bagi seseorang sehingga bisa loncat strata dan mengubah kehidupan kearah yang lebih baik.
Banyak sekali cerita bak dongeng yang ada dan tidak sedikit menjadi motivator bagi sebagian banyak orang di negeri ini. Sebagai contoh anak petani yang bisa merengkuh kedudukan sebagai president director di salah satu perusahaan terkenal. Seorang anak desa mampu menjadi jenderal dan masih banyak lagi cerita nyata yang sebegitu inspiratifnya. Itu semua tak lain karena jalur pendidikan yang mengubah “old pattern” dimana orang yang sukses selalu seakan sudah merupakan takdir dan berasal dari kaum bangsaan dan colonial yang nenek moyangnya mempunyai darah istimewa untuk menjadi orang sukses. Hal itu wajar sebagai bentuk konsekuensi logis dari sekian lamanya Negara kita dijajah, sehingga salah satu doktrin sebagai jalan untuk tetap melanggengkan cengkeraman kekuasaan.
Teringat bagi sebagian besar kita bahwa para orang tua pernah berpesan dengan segala kata kata bijak dan petuahnya. Mereka hanya titip satu pesan yang tidak mungkin dapat di terima dengan akal pikiran seorang anak “ belajar yang rajin”. Terkadang sontak kita sedikit protes dengan hal itu, karena bagi kita belajar adalah suatu aktivitas yang jauh mengesalkan jika di sejajarkan dengan bermain bola sebuah aktivitas yang mampu mengeksploitasi seluruh rasa kegembiraan ,kebebasan dan kemerdekaan di kala itu. Di zaman hi tech sekarang ini rasanya game online ataupun play station menjadi barang yang ampuh untuk mengalahkan apa yang dinamakan “sregep sinau”.
Di jawa yang terkenal dengan budaya adiluhungnya, memilki sebuah warisan tradisi yang berkembang dan terpatri sebagai suatu doktrin tersendiri tentang arti penting pendidikan. Bagi mereka ( khususnya di jawa tengah dan sebagian jawa timur ) Memiliki sebuah pakem bahwa pendidikan anak di tempatkan di kasta tertinggi pencapaian hidup, bukan rumah, harta benda ataupun emas berlian yang melintang di leher dan tangan. Mereka lebih senang berujar ke orang lain bahwa mereka punya banyak anak dan telah lulus sarjana semua. Daripada dia harus bercerita punya rumah mewah ,mobil keluaran terbaru, ataupun tanah luas garapan yang terletak di semua tempat.
Dari mana kesadaran ini berasal, jika kita merunut ke zaman kerajaan, seakan hal itu sangatlah mustahil karena tingkat jenjang penggolongan masyarakat yang sangat kaku dibatasi oleh pola kasta. Karena pola itu pulalah seakan tidak ada jalan bagi seseorang untuk memperbaiki nasib loncat dari kasta satu ke kasta yang lebih atasnya. Suatu hal yang mustahil di kala itu untuk pindah kasta, seakan kasta itu adalah bagian ke enam dari panca indera yang otomatis ada sejak kita lahir ke dunia itu.
Di jawa sendiri banyak sekali kitab ataupun buku buku tentang pedoman hidup, yang merupakan hasil penggalian dari para Begawan yang sangat di patuhi di zamanya bahkan sampai sekarang. Salah satunya adalah pujangga kraton Surakarta Raden Ngabehi Ronggowarsito(15 Maret 1802 s/d 24 Desember 1873) yang menulis sebuah serat kalatida di ambil dari salah satu karya sastra terkenal dari prabu jayabaya raja Kediri kala itu, Adapun petikan Serat Kalatida yang dimaksud adalah sebagai berikut : “..Amenangi jaman edan, Ewuh aya ing pambudi, Milu edan nora tahan, Yen tan melu anglakoni,Boya kaduman melik, Kaliren wekasanipun, Ndilalah karsa Allah, Begja-begjane kang lali, Luwih begja kang eling lawan waspada...”
Terjemahan bebasnya adalah: “Hidup di dalam jaman edan, memang repot. Akan mengikuti tidak sampai hati, tapi kalau tidak mengikuti geraknya jaman tidak akan mendapat apapun juga. Akhirnya dapat menderita kelaparan. Namun sudah menjadi kehendak Tuhan. Bagaimanapun juga, sebahagianya orang yang lupa, masih lebih bahagia orang yang senantiasa ingat dan waspada”.

Kalimat terakhir yang selalu dipedomani adalah “…..Begja-begjane kang lali, Luwih begja kang eling lawan waspada”, dimana jika didalami lebih lanjut bahwa untuk menghadapi zaman edan hanya dengan eling lan waspada yaitu ingat dan selalu waspada terhadap segala perubahan zaman, salah satu cara waspada adalah dengan pendidikan serta ilmu. Sehingga ilmu menjadi suatu yang wajib bagi sebagian besar penduduk jawa.

“Kembali ke benang merah” teringat dalang parto menggeret kembali sule dan andre ke pokok permasalahan. Sesungguhnya amat mendasar “bottom principal” jika segala kesuksesan kita berawal dari semangat jiwa dan sinergi gabungan dengan orang di sekeliling kita. Tidak mungkin bisa meraih sukses dengan segala derajat, pangkat dan embel embel yang kini melekat di dada dan pundak kita tanpa bantuan lampu penerang kita belajar, bollpoint “pilot” yang setia sepanjang masa, sampai mie instant yang sesekali memenuhi sepanjang aliran usus dan lambung ini. Kesemunya seperti bagian dari rangkaian elektronika dengan fungsinya masing masing sehingga arus listrik dengan “ampere” nya mampu menstimulasi dan mengalirkan semangat untuk satu tujuan terakhir bekerjanya system elektronika dengan baik.
Memang tak terlupa sedikitpun kata kata sakti yang selalu terngiang dan tak sedikitpun pernah terlupa. Kata kata motivator yang seolah seperti arus datar namun sesungguhnya cambuk maut penggugah dan pengubah masa depan. “Sregepo sinau….le” , sekelumit namun bermakna luas. Tetaplah bersemangat karena hanya dengan keyakinan,semangat dan doa gunung terjal kesemuan akan terkoyak dan terlebur dengan sendirinya`.
(Lettu Pnb Ageng Wahyudi,Pa Pnb Skadron Udara 6)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar