Mentari bersinar sungguh malu hari ini, bersembunyi di balik bayang bayang dataran tinggi Golan yang kekar mencakar di arah timur laut compound ku tercinta (barak ku tercinta selama setahun ku bertugas). Di perbatasan Lebanon selatan dan Israel selama hampir 257 hari kedepan akan kulalui sebagai salah satu impresive journey di perjalanan panjang pengabdianku. Hari ini kubuka tirai rentang waktu dengan rutinitas menyiapkan segala perlengkapan untuk melaksanakan patroli. Kegiatan pokok yang menjadi tanggung jawabku sebagai pasukan penjaga hati dunia. Dingin dan ekstremnya cuaca tak sedikitpun menyurutkan niatku untuk ikhlas bersumbangsih memberikan kontribusi pada tegarnya nama GARUDA di tengah posisi percaturan dunia.
Tak terasa sudah 3 bulan purnama berlalu di atas angan dan kepala ini. Jika dirasakan terkadang waktu itu berlalu sungguh lambat ,lambat sekali mengalahkan lambatnya detiknya jarum jam ketika kita menunggu waktu istirahat di saat kita duduk di bangku sekolah. Dipisahkan rentang jarak ribuan kilometer diri ini sementara berbeda “posisi dan kedudukan” terpisah oleh dimensi waktu yang sulit sekali untuk tertembus. Terpisah dengan segala rutinitas, custom, keluarga dan orang terkasih yang sementara kami titipkan di pelukan hangat ibu pertiwi.
Terkadang terbesit rasa rindu akan nikmatnya nasi putih dan sambal teri yang setiap siang selalu membangkitkan gairah kerjaku setelah setengah hari penuh bertarung dengan peluh. Segarnya es buah pinggir jalan yang selalu menyapaku ketika terik “mentarinya Indonesia” menyengat dan melelehkan seluruh peluh ini. Apalagi keluargaku yang setiap saat setia menyapaku, keluarga kecil yang belum genap setahun berlalu kucoba kubentuk sebagai bahtera yang siap mengarungi lautan hidup ini. Masa masa indah kebersamaan sementara waktu ku depositokan sebagai jaminan untuk kubuka kembali sepenggal waktu ke depan.
Seperti rutinitas hari hari sebelumnya hari ini kudisibukan dengan kegiatan patroli keliling di seputaran wilayah tanggung jawab kami. Duduk tegak siaga di kendaraan berputar berkeliling menyusuri jalanan di sempitnya dan terjalnya bukit bukit di jazirah nabi. Terkadang berdecuk segan juga diri ini melihat begitu indah alam ciptaan Tuhan ini sekaligus berpikir penuh keheranan bagaimana para sahabat nabi bertarung dengan ekstremnya kondisi geografis ini untuk menyebarkan kebaikan. Sungguh sebuah usaha besar yang tidak sekedar butuh stamina namun keteguhan dan bajanya niat untuk mau dan mampu menaklukkan semua rintangan dan ujian yang ada.
Setelah peluh dan stamina ini kugaidakan serta kusumbangsihkan pada tugas, giliran waktuku sedikit ku sisihkan untuk seorang tercinta di seberang negeri. Ningrum, separuh hatiku yang setia kutinggal walau belum genap satu revolusi matahari menemaniku sebagai palaksa dalam bahtera keluarga kecilku. Ternyata teknologi menolongku kali ini, membantah hegemoni kebanyakan orang ahli bahwa kemajuan teknologi memberikan bad effect pada sekian banyak perilaku manusia. Jalinan komunikasiku tertolong oleh wahana yang bernama skype sebuah media online P2P (peer to peer) yang diciptakan oleh Niklas Zennström dan Janus Friis sehingga memungkinkan kita berkomunikasi serta bisa berhadapan langsung dengan seseorang kapanpun dan di manapun tempat berada di belahan bumi ini.
Kubuka laptopku dengan harapan hari ini sinyal berpihak kepadaku tidak terbajak di tengah jalan atau berhenti “pit stop” tersangkut oleh tingginya tower Burj dubai sehingga susah sekali connecting signal di skype ku berubah menjadi kuning. Streaming time semakin membuatku penasaran bisakah ku lihat dan ku dengar sapaan hati nun jauh disana. Biru menyala, syukur alhamdulilah dewa signal berpihak ku kali ini, kulihat sesosok penggetar hatiku dengan lembut menyapaku. Teduh hati ini melihat dan mendengar sapaan lembut permaisuri hidupku. Walaupun jeda waktu sunnguh terasa ketika suara berkumandang gerak lekuk tubuh menyusul dengan setia mengikutiku walau tertinggal sekian detik berlalu.
Kucurahkan segala keluh kesah dan suka ria ku hari ini, dan kuperdengarkan dengan setia segala kisah dan curatan hati seakan Morning Update yang rutin kuterima sebagai media rangkuman informasi kegiatanku selama seharian ini. Mulai bagaimana rutinitas sehari ini sampai hal terkecil genteng yang sudah bocor tiga hari ini tak tersentuh karena tidak ada yang sanggup memanjat. Simple namun hal itu yang terkadang mampu menghilangkan sedikit rasa rindu serta memangkas jauhnya jarak yang ada menjadi sekepalan tangan seperti duduk di depan monitor. Sungguh hidup ini terasa sangat terbantu, terima kasih Tuhan yang telah menciptakan skype dengan perantara orang orang kreatif yang telah melahirkannya.
Walaupun berbeda waktu 5 jam namun semua terasa tidak ada bedanya, hanya mata yang tidak mampu dibohongi oleh selisih waktu alami yang ada. Dengan sesegera mungkin ku tutup jendela hati ini dengan harapan semua akan berjalan lancar seperti air yang mengalir sampai ke laut walau terjalnya batu dan kerasnya karang selalu setia mengiringi. Kusibak tempat tidur indahku dan kusiap bertarung diperaduan dimensi mimpi yang indah. Ku sadar sebelum fajar tersenyum ku harus sudah menjemput di ujung kendaraan patroli kesayanganku, Membangunkan penduduk dengan sapaan hangat dan senyuman manis khas pasukan garudaku. Semoga dengan keikhlasan ini kita dapat di terima dengan sepenuh hati sebagai salah satu obat penenang bagi jantung hatinya dunia yang kini sedang bersedih tersangkut lara.
Gegap gempita hati ini ketika sepanjang jalan mulai dari anak kecil , anak muda dan orang dewasa memekikkan kata kata GARUDA setiap ketemu dengan parajurit berbendera merah putih di lengan kirinya. Sungguh ternyata obat terbaik untuk memacu semangat dan mengalihkan serta menyembuhkan segala peluh dan lelahnya diri adalah pekik GARUDA. Ketika semua itu terdengar terasa charger semangat ini kembali terisi untuk kembali bersemangat membawa nama harum ibu pertiwi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar